Kota Blitar (Hanacaraka) merupakan sebuah kota yang terletak di bagian selatan ProvinsiJawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak sekitar 167 km sebelah selatan Surabaya. Kota Blitar terkenal sebagai tempat dimakamkannya presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno.
Selain disebut sebagai Kota Patria, kota ini juga disebut sebagai Kota Peta (Pembela Tanah Air) karena di bawah kepimpinanan Suprijadi, Laskar Peta melakukan perlawanan terhadap Jepang untuk pertama kalinya pada tanggal 14 Februari 1945 yang menginspirasi timbulnya perlawanan menuju kemerdekaan di daerah lain.
Ikan koi yang populer di Jepang dapat dibudidayakan dengan baik di kota ini sehingga memberikan julukan tambahan sebagai Kota Koi
Blitar beralih ke halaman ini. Untuk Kabupaten yang bernama-sama, lihat pula Kabupaten Blitar.
Kota Blitar
Julukan: Kota Peta, Kota Patria, Kota Koi, Kota Proklamator
Semboyan: Kridha Hangudi Jaya, "Kerja Keras Mencapai Kejayaan"
Letak Kota Blitar di Jawa Timur . Provinsi Jawa Timur . Hari jadi 1 April 1906
Sejarah
Berdasarkan legenda, dahulu bangsa Tartar dari Asia Timur sempat menguasai daerah Blitar yang kala itu belum bernama Blitar. Majapahit saat itu merasa perlu untuk merebutnya. Kerajaan adidaya tersebut kemudian mengutus Nilasuwarna untuk memukul mundur bangsa Tartar.
Keberuntungan berpihak pada Nilasuwarna, ia dapat mengusir bangsa dari Mongolia itu. Atas jasanya, ia dianugerahi gelar sebagai Adipati Aryo Blitar I untuk kemudian memimpin daerah yang berhasil direbutnya tersebut. Ia menamakan tanah yang berhasil ia bebaskan dengan nama Balitar yang berarti kembali pulangnya bangsa Tartar.
Akan tetapi, pada perkembangannya terjadi konflik antara Aryo Blitar I dengan Ki Sengguruh Kinareja yang tak lain adalah patihnya sendiri. Konflik ini terjadi karena Sengguruh ingin mempersunting Dewi Rayung Wulan, istri Aryo Blitar I.
Singkat cerita, Aryo Blitar I lengser dan Sengguruh meraih tahta dengan gelar Adipati Aryo Blitar II. Akan tetapi, pemberontakan kembali terjadi. Aryo Blitar II dipaksa turun oleh Joko Kandung, putra dari Aryo Blitar I. Kepemimpinan Joko Kandung dihentikan oleh kedatangan bangsa Belanda. Sebenarnya, rakyat Blitar yang multietnis saat itu telah melakukan perlawanan, tetapi dapat diredam oleh Belanda.
Kota Blitar mulai berstatus gemeente (kotapraja) pada tanggal 1 April 1906 berdasarkan peraturan Staatsblad van Nederlandsche Indie No. 150/1906. Pada tahun itu, juga dibentuk beberapa kota lain di Pulau Jawa, antara lain Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang, Samarang, Salatiga, Madioen, Malang,Soerabaja, dan Pasoeroean.
Dengan statusnya sebagai gemeente, selanjutnya di Blitar juga dibentuk Dewan Kotapradja Blitar yang beranggotakan 13 orang dan mendapatkan subsidi sebesar 11.850 gulden dari Pemerintah Hindia-Belanda. Untuk sementara, jabatan burgemeester (wali kota) dirangkap oleh Residen Kediri.
Pada zaman pendudukan Jepang, berdasarkan Osamu Seirei tahun 1942, kota ini disebut sebagai Blitar-shi dengan luas wilayah 16,1 km² dan dipimpin oleh seorang shi-chō.
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 17/1950, Kota Blitar ditetapkan sebagai daerah kota kecil dengan luas wilayah 16,1 km². Dalam perkembangannya, nama kota ini kemudian diubah lagi menjadi Kotamadya Blitar berdasarkan Undang-Undang No. 18/1965. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 48/1982, luas wilayah Kotamadya Blitar ditambah menjadi 32,58 km² serta dikembangkan dari satu menjadi tiga kecamatan dengan 20 kelurahan. Terakhir, berdasarkan Undang-Undang No. 22/1999, nama Kotamadya Blitar diubah menjadi Kota Blitar.
Pemerintahan
Kecamatan Kepanjenkidul : Kecamatan Kepanjenkidul terdiri atas tujuh kelurahan, yaitu Kepanjenkidul, Kepanjenlor, Sentul, Ngadirejo,Tanggung, Bendo, dan Kauman.
Kecamatan Sananwetan : Kecamatan Sananwetan terdiri atas tujuh kelurahan, yaitu Sananwetan, Karangtengah, Bendogerit, Plosokerep,Rembang, Klampok, dan Gedog.
Kecamatan Sukorejo : Kecamatan Sukorejo terdiri atas tujuh kelurahan, yaitu Sukorejo, Pakunden, Tlumpu, Karangsari, Blitar, Turi, danTanjungsari.
Pariwisata
Potensi pariwisata Kota Blitar tidak lepas dari nilai-nilai sejarah yang masih kental tergurat di kota yang pernah menjadi salah satu tempat berkecamukmya semangat kepahlawanan pejuang bangsa. Nama-nama besar seperti Adipati Aryo Blitar, Proklamator Bung Karno, Shodancho Suprijadi, dan lain sebagainya menjadi inspirasi yang ikut mewarnai dinamika, arah, dan kemajuan kota yang sedang tumbuh ini.
Dalam upaya membangun iklim yang kondusif, didukung oleh sistem perdagangan barang dan jasa unggulan, pemerintah Kota Blitar memilih sektor pariwisata sebagai primadona untuk mengembangkan ekonomi daerah. Beberapa tempat tujuan wisata yang ada di Blitar, dari waktu ke waktu kian dibenahi dan diperkaya guna meningkatkan potensi wisata di Kota Blitar.
Tempat tujuan wisata di Kota Blitar antara lain:
Makam Bung Karno, tempat dimakamkannya presidan pertama sekaligus proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Sukarno. Makam ini terletak di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, sekitar 2 kilometer sebelah utara pusat kota.
Perpustakaan dan Museum Bung Karno merupakan perpustakaan yang selain berisi segala bentuk memorabilia Bung Karno, juga dikembangkan sebagai pusat studi terpadu. Beberapa koleksi yang ada saat ini adalah lukisan hidup Bung Karno yang dapat berdetak tepat pada bagian jantungnya, uang bergambar Bung Karno yang dapat menggulung sendiri, dan koleksi sumbangan dari Yayasan Idayu.
Istana Gebang atau lebih dikenal dengan sebutan Ndalem Gebang, merupakan rumah tempat tinggal orang tua Bung Karno. Istana ini bertempat di Jl. Sultan Agung 69. Di rumah ini pada setiap bulan Juni ramai didatangi pengunjung, baik dalam rangka peringatan hari ulang tahun Bung Karno maupun karena adanya kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pemkot Blitar, seperti Grebeg Pancasila.
Petilasan Arya Blitar merupakan sebuah makam dari Adipati Arya Blitar yang terletak di Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo. Makam ini ramai dikunjungi pada bulan Sura dan juga setiap malam Jumat legi.
Monumen Supriyadi merupakan sebuah monumen untuk mengenang jasanya. Pada tahun 1945, Kota Blitar menjadi pusat pemberontakan tentara Peta yang dipimpin oleh Shodancho Suprijadi melawan tentara Jepang. Monumen ini terletak di depan bekas Markas Peta dan Taman Makam Pahlawan Raden Wijaya. Selain itu, juga dibangun sebuah patung setengah dada Suprijadi yang terletak di depan Pendapa Rangga Hadinegara.
Kebon Rojo, yaitu taman hiburan dan rekreasi keluarga yang berada di belakang kompleks rumah dinas Wali Kota Blitar yang disediakan untuk masyarakat umum maupun wisatawan secara cuma-cuma. Di taman tersebut, terdapat beberapa jenis hewan peliharaan, fasilitas bermain anak-anak, tempat bersantai, panggung apresiasi seniman, air mancur, dan juga berbagai jenis tanaman langka yang berfungsi sebagai paru-paru kota.
Taman Air Sumberudel adalah taman air paling megah se-eks-Karesidenan Kediri. Taman air ini diresmikan kembali oleh Wali Kota Blitar pada tanggal 10 Oktober 2007 setelah direnovasi selama kurang lebih satu setengah tahun. Fasilitas yang dimilikinya cukup lengkap bila dibandingkan dengan taman-taman air lain di Jawa Timur.
Taman Green Park merupakan taman hijau terbuka yang terletak di area persawahan Kelurahan Bandogerit, Sananwetan, Kota Blitar.Fasilitas yang ada di Blitar Green Park tidak banyak, hanya ada taman hijau yang terawat, beberapa gazebo, tempat duduk, jungkat-jungkit dan beberapa permainan sederhana untuk anak-anak. Taman ini bisa dijadikan alternatif wisata keluarga ketika sore hari maupun pagi hari bersama anak-anak.
Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan
Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan (PIPP) adalah pusat layanan informasi bagi para pelaku ekonomi, khususnya pelaku perdagangan, selain sebagai pusat layanan informasi tentang pariwisata. Pembangunan pusat informasi ini adalah bentuk realisasi kebijakan pembangunan sarana-prasarana ekonomi pada umumnya, serta sarana-prasarana perdagangan dan pariwisata pada khususnya. Ini adalah penjabaran dari pembangunan sistem perdagangan barang dan jasa unggulan sebagaimana yang tersurat dalam rumusan visi Kota Blitar.
PIPP menjadi media integrasi informasi dan publikasi pariwisata dan potensi daerah secara bersama-sama antara daerah Kota Blitar beserta daerah sekitarnya, seperti Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Trenggalek,Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Nganjuk, serta daerah-daerah lainnya di wilayah administrasi Badan Koordinasi Wilayah I Madiun. PIPP diresmikan pada tanggal 3 Juli 2004 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri bersamaan dengan peresmian beberapa objek lainnya, antara lain Stadion Gelora Supriyadi, Pasar Legi, dan Perpustakaan Persada Bung Karno.
5 Makanan Khas Blitar Yang Terkenal
1. Sego Pecel
Sego pecel khas blitar ini berbeda dengan pecel khas daerah lainya, karena tekstul bumbu pecel kancangnya lebih halus, juga agak berminyak, bercita rasa manis dan gurih. Bahan utama dari sambal pecel adalah kacang tanah sangrai dan cabai rawit yang dicampur dan ditumbuk dengan bahan lainnya seperti kencur, daun jeruk purut, bawang putih, asam jawa, gula merah, dan garam. Pecel sering juga dihidangkan dengan tempe goreng, rempeyek kacang, rempeyek ebi, rempeyek kedelai.
2. Peyek uceng
Uceng sendiri adalah ikan air tawar yang biasanya hidup di sungai. Ikan ini bentuknya bentuknya bulat dan memanjang kira-kira sebesar jari kelingking, karena bahan dasarnya adalah ikan uceng sehingga peyek ini di namai peyek uceng, Cara pembuatan iwak peyek ini, dengan mencampurkan tepungberas, tepung sagu, santan, daun jeruk dan uceng. untuk terakir yaitu penggorenganyaTuang adonan di pinggir wajan dan setengah lagi ada di dalam minyak.Peyek uceng ini mempunyai rasa yang gurih dan renyah.
3. Rujak Cingur
Rujak cingur ini merupakan makanan tradisional yang mudah ditemukan di daerah Jawa Timur. Rujak cingur ini terdiri dari irisan beberapa jenis buah seperti timun, kerahi, bengkuang, mangga muda, nanas, kedondong, kemudianditambah lontong, tahu, tempe, cingur, serta sayuran seperti kecambah/taoge,kangkung, dan kacang panjang. Semua bahan tadi dicampur dengan saus atau bumbu yang terbuat dari olahan petis udang, air matang untuk sedikit mengencerkan, gula/gula merah, cabai, kacang tanah yang digoreng, bawang goreng, garam, dan irisan tipis pisang biji hijau yang masih muda biasanya yang di pakai pisang klutuk. Terakhir smua bumbu dicampur dengan cara diulek,Rujak ini mempunyai rasa yang gurih dan yang menjadikan spesial karena di campur dengan cingur.
4. Wajik Kletik
Wajik kletik ini terbuat dari bahan dasar gula kelapa, beras ketan dan kulit jagung untuk mengemasnya, Cara pembuatan wajik kletik ini masak gula kelapa dan kelapa di atas api sedang hingga gula larut dan mengental. kemudian masukkan beras ketan, aduk-aduk hingga mengental. Wajik kletik ini mempunyai rasa kletik-kletik, manis dan kasar di lidah.
5. Geti
Geti ini merupakan salah satu makanan khas blitar yang terbuat dari kacang, wijen, dan gula merah. Geti ini mempunyai rasa khas yang berbeda dengan produk daerah lain genti ii juga mempunyai gizi yang tinggi. Geti biasanya disuguhkan sebagai cemilan khas Blitar pada hari rayajuga pada hajatan pernikahan.
WISATA BUDAYA KABUPATEN BLITAR
"SIRAMAN GONG KYAI PRADAH" - adalah sebuah tradisi yang begitu mengakar di wilayah Blitar Selatan. Berlokasi di Sutojayan - Kab Blitar,tradisi ini selalu meriah dengan buncahan lautan manusia yang ingin sekedar menyaksikan maupun ngalap berkah dari air sisa siraman gong keramat tersebut. Tradisi ini telah diperingat secara turun temurun oleh masyarakat Sutojayan sebagai kelahiran "Kota Lodoyo".
Gong Kyai Pradah adalah satu di antara pusaka peninggalan Sunan Amangkurat Mas (Pangeran Prabu) dari Kartasura. Kedatangan Pangeran Prabu ke wilayah Blitar adalah karena menjalani hukuman pengasingan dari ayahandanya, Pakubuwana I. Pada saat itu wilayah Lodoyo masih merupakan hutan lebat yang angker. Kemudian Pangeran Prabu mulai membangun peradaban di sana, sehingga berangsur-angsur tempat itu mulai dipadati penduduk. Suatu hari Pangeran Prabu berpesan kepada masyarakat agar selalu memandikan pusaka peninggalannya tersebut setiap 12 Rabiul Awwal yang juga bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad. Pangeran Prabu meninggalkan pusaka berupa sebuah gong untuk masyarakat Lodoyo dan di tempat lain yaitu Desa Kebonsari, beliau meninggalkan beberapa wayang krucil dan gamelan.
Penamaan "Kyai Pradah" didapat dari cerita yang melegenda tentang kedatangan segerombolan harimau saat gong pusaka itu ditabuh tujuh kali pleh abdi kinasih Sang Prabu yaitu Ki Amat Tariman. Konon ia sempat terpisah dari Sang Prabu di belantara, kemudian ia menabuh gong supaya Sang Prabu dapat mendengar dan menemukannya. Alih-alih datangnya Sang Prabu, justru segerombolan macan yang datang. Namun macan-macan itu tidak mengganggu, dan justru menjaga Ki Amat Tariman. Oleh karena itu pusaka yang awalnya bernama Kyai Bicak ini disebut sebagai Kyai Macan atau Mbah Pradhah.
Upacara pemandian Gong Kyai Pradah dilakukan oleh para tokoh dan jajaran Pemerintah Kabupaten Blitar. Satu persatu para tokoh memandikan gong besar tersebut dengan air kembang setaman. Masyarakat sekitar berjejalan dan berebut air bekas cucian gong karena mereka percaya bahwa air tersebut membawa berkah, antara lain : menyembuhkan penyakit, awet muda, mententeramkan hati, hingga membawa keberuntungan. Tidak hanya masyarakat lokal, tamu-tamu dari berbagai wilayah di luar Blitar tidak ingin ketinggalan percikan air bekas cucian gong tersebut.
Upacara Siraman Gong Kyai Pradah telah ditetapkan sebagai salah satu ikon wisata budaya Kabupaten Blitar
WISATA BUDAYA MELASTI
MELASTI - Suasana lain tampak menghiasi Pantai Jolosutro di Kecamatan Wates Kabupaten Blitar. Ribuan orang berpakaian serba putih, lengkap dengan ikat kepala khas pakaian adat Bali. Yah... ini adalah ribuan umat Hindu di Kabupaten Blitar yang melaksanakan Melasti di pantai paling timur di selatan Kabupaten Blitar tersebut.
Prosesi "Melasti/Melis" terkait perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1934 Di Kabupaten Blitar, umat Hindu melaksanakan ritual wajib di Pantai Jolosutro. Melasti adalah rangkaian upacara sebelum perayaan Hari Raya Nyepi yang jatuh pada 23 Maret. Melasti adalah ritual pelarungan dan penyucian simbol-simbol sebelum memasuki perayaan Nyepi. Kegiatan yang melibatkan lebih dari 8 ribu umat Hindu .
Kegiatan ritual yang bermakna membersihkan "pratima" dan benda yang disakralkan ke laut adalah kegiatan yang diwariskan secara turun temurun. Kegiatan ini bermakna meningkatkan hubungan yang lebih serasi dan harmonis antara sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan.
Umat Hindu yang bermukim dekat pantai dapat melakukan prosesi "Melasti" ke laut dan bagi yang tinggal di daerah pegunungan melakukannya ke danau. Sementara masyarakat yang tinggal di tengah-tengah yakni jauh dari laut maupun gunung "melasti" dapat dilakukan ke sumber mata air terdekat. Kegiatan tersebut bermakna meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Blitar, Endang Sri Utami T. S.Ag. mengatakan, ritual Melasti dilakukan dengan maksud untuk pembersihan dan pengambilan tirta atau air suci. Tujuan Melasti adalah membersihkan buana agung dan buana alit, katanya. Umat Hindu wajib melaksanakan kewajiban Melasti sebelum melaksanakan Penyepian.
Di Kabupaten Blitar, ritual Melasti selalu digelar di Pantai Jolosutro. Sejak 20 tahun hingga sekarang upacara melasti selalu digelar di Pantai Jolosutro, karena pantai ini memiliki sejarah yang sangat penting bagi umat Hindu. Dari tahun ke tahun ritual Melasti ini semakin banyak diikuti umat Hindu di Kabupaten Blitar dan sekitarnya. Tak hanya umat Hindu di Blitar Raya, umat Hindu dari Tulungagung, Malang dan Sidoarjo saat ini telah bergabung di Jolosutro ini, jelasnya.
Usai melarung sesaji sekitar 8 ribu lebih umat Hindu kemudian melakukan sembahyang yang dipimpin Pedande Singgih Pandita Sutanirmala dari Bali. Dengan menghadap ke arah Laut Selatan, ribuan umat Hindu ini memulai puja dan puji kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan sembahyang berlangsung sekitar 15 menit. Ritual tersebut diakhiri dengan upacara memercikan air suci oleh Pedande Singgih Pandita Sutanirmala dan tokoh Hindu lainnya kepada ribuan umat Hindu yang hadir di Jolosutro.
WISATA BUDAYA LARUNG
Larung Sesaji Selalu Dipadati Warga - Upacara Tradisional Larung Sesaji di Pantai Tambakrejo dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharram atau tahun baru Islam. Dalam tahun Jawa disebut sebagai Satu Suro.
Acara Larung Sesaji di Pantai Tambakrejo penuh nuansa spiritual ini merupakan refleksi rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Pemurah, yang telah melimpahkan hasil bumi bagi masyarakat Blitar, khususnya masyarakat nelayan setempat.
Persembahan yang dilarung ke Samudera Indonesia (orang Blitar menyebutnya Laut Selatan) melalui upacara adat ini adalah berbagai macam hasil bumi dan binatang ternak yang disembelih.
Bupati Blitar bertindak selaku pemimpin upacara, didampingi para pejabat dai; tetua adat setempat. Tradisi larung sesaji ini tidak hanya di Pantai Tambakrejo, melainkan juga dilaksanakan secara serentak di pantai-pantai selatan lainnya.
Setiap melaksanakan ucapara Larung Sesaji, selalu dibacakan kembali sejarah Pantai Tambakrejo. Dikisahkan, kawasan pantai tersebut merupakan hutan belantara yang lebat. Cikal bakal (perintis/pendahulu) permukiman di tempat itu diawali datangnya seorang pelarian perang zaman penjajahan Belanda.
Pelarian itu adalah prajurit laskar Pangeran Diponegoro, bernama Ki Atmo Wijoyo. Sejak Pangeran Diponegoro diperdaya Jendral De Kock dalam perundingan penuh rekayasa, anak buahnya langsung bercerai-berai. Beberapa di antaranya melanjutkan perang gerilya, namun banyak pula yang kembali hidup di tengah masyarakat. Ki Atmo Wijoyo berusaha bertahan hidup di tempat yangjauh dari pertempuran, di hutan tepi pantai.
Di hutan itu, Ki Atmo Wijoyo melepas baju keprajuritannya dan bersatu dengan alam. Untuk mempertahankan hidupnya, ia memanfaatkan segala sesuatu yang berada di sekelilingnya. Berada di persembunyian asing ini, ia tidak hanya berhadapan dengan tantangan alam berupa lapar, dahaga, dan gangguan binatang buas, tetapi juga gangguan makhluk halus. Tetapi Ki Atmo Wijoyo mampu mengatasinya.
Kunci keberhasilan Ki Atmo Wijoyo mengalahkan tantangan-tantangan itu dengan kekuatan lahir dan batin. Sebagai seorang prajurit Diponegoro, ia memiliki kemampuan kanuragan yang prima. Sedangkan secara psikis, ia memiliki ilmu batin dan tenaga dalam yang linuwih, hebat.
Ia mampu menjalin komunikasi dengan lingkungan barunya. Tidak hanya itu, ia juga berhasil membina hubungan dengan masyarakat di luar hutan. Hingga akhirnya, banyak yang tertarik ke pantai yang dibuka Ki Atmo Wijoyo.
Jika kemudian masyarakat Pantai Tambakrejo memperoleh kemakmuran seperti sekarang ini, orang tidak melupakan jasa Ki Atmo Wijoyo. Untuk menunjukkan rasa syukur, dipilih suatu cara berupa persembahan yang dikirim ke laut.
Pengorbanan memang diperlukan, sebagai bagian dari keinginan untuk memeapai harapan yang lebih besar, berupa kemakmuran. Tuhan diminta selalu menurunkan nikmat dan karunia-Nya melalui hasil bumi dan laut yang menghidupi mereka.
Dengan banyaknya tempat-tempat wisata di Kabupaten Blitar, Dinas Informasi Publik dan Pariwisata tidak hanya promosi saja, tetapi juga selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas dan melaksanakan pembenahan-pembenahan demi kesempurnaan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Blitar
0 komentar:
Posting Komentar